Kita masih ingat dengan kurikulum yang sampai sekarang masih belum jelas, kurtilas, itulah singkatannya dari kurikulum dua ribu tiga belas.
Akademisi masih juga sibuk merumuskan dan mereka-reka dalam menerjemahkan keinginan awal penggagas kurtilas ini.
Buktikan saja dengan meneliti ke daerah-daerah, berapa kali diklat dan pelatihan sudah terlaksana, dengan hasil guru-guru yang masih kebingungan dalam implementasinya. Pengembang kurikulum juga masih kesulitan merumuskan kurtilas sekolah masing-masing.
Maka yang bisa dilaksanakan sekarang ya hanya masih menunggu lebih lanjut. Lha mau bagaimana, buku yang sudah dibeli jutaan rupiah juga tiba-tiba dinyatakan tidak bisa digunakan lagi, sudah tidak up to date kata pematerinya. Itulah yang terjadi kalau kita belum fokus. Cobalah para pemikir untuk ikhlas merumuskan yang terbaik, serta jalani bersama dengan konsep yang jelas.
Saya sungguh sangat terpuja sebagai salah satu elemen pendidikan ketika beberapa tahun yang lalu BSE muncul, proyek raksasa demi pendidikan diluncurkan. Walhasil keluar buku-buku BSE (Buku Sekolah Elektronik) yang gratis. Sayangnya karena terburu, maka beberapa kualitas buku BSE malah menjadi bumerang, sana sini salah kata dan konsep. Wow.
Kurtilas juga demikian. Itulah yang menjadi PR bersama. Cobalah guru-guru yang di lapangan ini diajak rembuk bersama, tak perlu dengan titel berderet, cukup kami ditanyai apa to yang jadi kebutuhan anak SD, SMP, SMA, dan SMK. Apa saja kendalanya selama ini, dan selanjutnya mau dibawa kemana semua ini? Ayo rembug bersama.
Tabik.
Jogjakarta, 24 Oktober 2016
No comments:
Post a Comment
Komen? boleh, silahkan...